Jurusan IPA vs IPS pernah membuat galau? Pernah mengalami dalam situasi galau, tapi yang galau malah guru saya. Mungkin ada yang sudah membaca cerita tentang proses awal saya kuliah kedokteran. Namun, proses menujunya saat SMA itu agak unik. Saat SMA saya sempat cuek sekali, mau jadi apa ya jalani saja. Saya menganggap diri medioker. Tapi saya punya satu pelajaran favorit, yaitu Akuntansi. Kata guru saya, Pak Edison, nilai ujian saya nyaris sempurna. Tapi sayangnya, nilai 9 tidak bisa saya dapatkan di rapot, karena pelajaran Ekonomi saya nilainya 8,3. Butuh 0,2 poin lagi supaya bisa memenuhi syarat 9 di rapot.
Tiba saatnya memilih jurusan, kami diminta mengisi formulir kertas. Saya tanyakan ke ayah saya, bagusnya jurusan mana, beliau jawab terserah. Saat saya tanyakan ke ibu saya, beliau bilang ambil IPS saja. “Nanti kan kamu kerjanya administrasi gitu,” kata beliau. Sebagai anak patuh pada ibu, saya pun memilih IPS.
Saat saya ingin mengumpulkan kertas, dilihat sama Pak Edison.
“Pilih jurusan apa?”
“IPS, Pak.”
“Loh kenapa?”
“Kenapa nggak?”
“Ambillah IPA.”
“Nggak apa-apa, Pak. Saya suka akuntansi juga kok!”
“Ambil IPA. Saya tidak mau mengajar kamu kalau kamu masuk IPS!”
Formulir saya diambil, dan saya disuruh ambil formulir baru untuk pilih IPA. Saya bingung, saya tanyakan lagi pada orang tua. Saya ceritakan bahwa guru mata pelajaran favorit saya memaksa saya masuk IPA. Orang tua saya yang patuh pada guru bilang untuk menuruti saja. Akhirnya saya mengisi formulir baru untuk jurusan IPA. Beliau adalah salah satu lantaran yang dikirim Allah untuk kembali ke arah takdir saya, mengambil jurusan IPA. Terus kok bisa akhirnya pilih jadi dokter? Ada satu guru lagi yang berperan besar, tapi mungkin saya ceritakan di postingan lain.
Saya sih sebenarnya penasaran, mengapa ada kegalauan dalam pemilihan jurusan ini. Ada 3 alasan yang paling sering saya temukan dari teman-teman, maupun mahasiswa yang saya tanya:
Masuk IPA Lebih Bergengsi
“Anak IPA lebih pintar daripada IPS”. Ini mitos tapi terus dipupuk hingga menjadi keyakinan. Jurusan IPA vs IPS bukan menggambarkan pintar atau tidak, rajin atau tidak. Saya punya teman SMA yang memilih jurusan IPS, dan orangnya luar biasa rajin. Teman saya yang satu lagi malah juara kelas, dan sekarang bekerja di perusahaan ‘raksasa’. Kagum banget loh sama orang yang visioner dan tidak termakan label.
Memilih Jurusan Berdasarkan Cita-Cita
Menurut saya, makin mudah memilih IPA vs IPS kalau sudah tahu cita-cita. Ada jalan yang harus ditempuh untuk meraih cita-cita itu. Ada syarat mutlak yang mungkin harus kita penuhi. Misalnya, saat seseorang bercita-cita menjadi seorang dokter, harus mencari tahu apa saja syarat yang diperlukan untuk bisa lolos mulai dari sisi administratif. Jurusan IPA adalah syarat mutlak untuk masuk kedokteran, mau tidak mau harus mengambil jurusan IPA.
Pilih IPA Sebagai Cadangan
Sayangnya tidak semua orang memiliki cita-cita sejak di bangku SMA. Bahkan banyak yang tidak tahu mau kemana akhirnya setelah lulus SMA. Berdasarkan saran-saran dari yang lebih tua, banyak yang mengambil memilih jurusan IPA supaya nantinya bisa tes ambil IPC, alias bisa tes kuliah jurusan IPA atau IPS. Terus terang saya salut dengan yang begini, bukannya beban belajarnya makin berat ya? Tidak fokus pada pelajaran IPA atau IPS saja. Saya rasa saya nggak sanggup kalau disuruh belajar dua bidang untuk ujian tes masuk perguruan tinggi, bisa-bisa malah lepas semua.
Menurut saya IPA vs IPS tidak ada pemenangnya, sama-sama bagus. Semua kembali ke diri masing-masing. Apakah dengan jurusan yang dipilih akan menjadikan dirinya lebih baik? Hanya individu itu sendiri yang tahu. Bagaimana dengan teman-teman, dulu pilih jurusan apa? Galau jugakah?

Jadi inget masa SMA. Dulu tuh kalo ngga IPA yaa ngga bakalan bisa dapet kampus sama kerja katanya. Meski faktanya justru temen2 IPS malah banyak yang sukses hehe. Cuma waktu itu inget banget. Aku masuk IPA pun karena emang ngga kuat disuruh berhadepan sama akuntasi. Itu hal yang bikin takut, cuma sama aja sih. Di IPA ngga ngitung duit. Tapi ngitung rumus yang entah kenapa sampe bisa punya keturunan hehe (rumus fisika). Sungguh aku pun tak kuasa waktu itu. Seandainya ada jurusan Bahasa aku bakal ambil Bahasa.
Kebalik ya sama aku yang suka banget akuntansi π
Dulu saya SMA ngambil jurusan IPA sesuai kemauan saya dan ortu menyetujui, pas mau daftar kampus Universitas Lampung saya pilih yang tes IPC dan alhamdulillah saya masuk di pilihan pertama di pendidikan Biologi. Alhamdulillah karena sejak SMA saya suka biologi.
Kuncinya tanggung jawab terhadap pilihan jurusan, karena membekali pilihan anak.
Bener..
Bisa dibilang saya salah jurusan saat SMA. Sekolah memaksa murid yang memiliki nilai tinggi untuk masuk IPA, sementara saya tertarik masuk IPS kala itu. Untungnya saya masih mampu melewati hingga masuk jurusan Bahasa yang termasuk humaniora dan cenderung condong ke IPS saat kuliah. Jika ditanya, mungkin saya masih ingin masuk IPS saja saat SMA.
Kalau saya tidak bingung saat memilih jurusan. Waktu itu orang tua juga tidak memaksa untuk memilih yang mana sih.
Waktu itu saya memilih sesuai ketertarikan saya, bukan jurusan IPA dan IPS kalau saya pilihannya. Saat itu saya memilih jurusan THP (Tekhnologi Hasil Pertanian) ketimbang Agronomi.
Pemilihan jurusan selain dari minat juga dari bobot nilai, jadi terbantu banget nih waktu SMK memilih jurusannya.
Berarti mbak sudah tau passsionnya ke mana ya.
Kalau aku bukan milih jurusan mbak. Tetapi antara SMA dan SMK. xixixi.. walaupun akhirnya memilih SMK karena alasan tententu. Menyesal? Alhamdulilah gak, karena pasnya aku masuk jurusan akuntansi yang emang pelajaran yang aku suka. Berhitung. Hehehe…
Alhamdullillah udah jalannya ya
Pemilihan jurusan ini memang sering membuat galau karena terkadang kemampuan tidak sesuai. Ingin masuk IPA tetapi kemampuan sebatas biasa saja. Syukurnya sih jika bisa menyeimbangi ketika sudah memilih jurusan yang ditentukan tentu tidak perlu galau lagi kan.
Sebenarnya ga harus seimbang sih, justru menonjol salah satu lebih mudah.
Dulu tiga hari sempat duduk di IPS, trus orang tua minta tolong wakepsek pendidikan pindahin saya ke IPA. Sebagai anak yang manut, saya pilih IPA, dengan syarat ke ayah saya, kalo kuliah saya gak mau kuliah di Padang lagi, saya mau ke Jawa. Akhirnya di-iya-kan.
Sekolah di IPA, alhamdulillah prestasi bagus, saya jadi mahasiswa undangan di IPB. Sebetulnya saya pengennya ke Unpad (gak nyambung yaaa dengan IPA, tetap memperjuangkan mimpi lama kuliah di HI atau Komunikasi), taoi kan gak mungkin karena saya jurusan IPA. Kalo tetap mau ke Unpad, saya harus ikut UMPTN dan ambil IPC.
Saya coba berpikir waras, toh di IPB saya belum pengambilan jurusan karena setahun pertama harus TPB dulu. Di IPB juga ada kok Jurusan Ilmu Komunikasi Masyarakat dan saya mulanya menarget itu.
Eeeeeh, setahun kuliah tingkat persiapan bersama, saya malah tertarik ke Fakultas Kehutanan karena di sana ada Jurusan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekowisata. Saya lihat anak-anak KSHE itu keren keren. Mereka keluar masuk hutan, kuliahnya jalan-jalan. Duuuh, simpel banget alasan saya masuk KSH. Akhirnya pas mengisi formulir minat dan bakat, saya ambil jurusan mayor saya KSHE, dan jurusan minor saya Komunikasi. Jurusan Minor maksudnya mahasiswa IPB diberi kesempatan memilih mata kuliah di luar jurusan atau fakultas mayornya sebanyak 14 SKS. Jadi saya 14 SKS kuliah di Fakultas Ekologi Manusia, tepatnya Jurusan Komunikasi.
Ini saat-saat terindah dalam hidup saya sebagai mahasiswa. IPB memberi saya dua kesempatan emas, yaitu kuliah di dua jurusan sekaligus.
Emang yang paling benar adalah mendengarkan minat bakat anak. Asalkan sedari awal kita sebagai orang tua juga sudah mengajarkan tanggung jawab ke anak.
Luar biasa lika-likunya ya mbak. Bener banget yang penting ortu sudah menjalankan tugas sebagai ortu.
Sampai SMA aku belum punya cita-cita. Sedih. Tapi aku minat masuk IPS karna basically aku gak terlalu suka dengan pelajaran eksakta. Keluarga maksain masuk IPA karna jaman aku sekolah dulu stigma jurusan IPS itu untuk siswa nakal yang suka bolos. Guru dan nilai juga mendukung aku untuk masuk IPA.
Kelas 3, aku pengen jadi guru kimia atau Bahasa Inggris. Kata wali kelasku, guru kimia agak susah peluang kerja karena cuma pelajarannya cuma diajarkan di SMA.
Aku dapat undangan masuk Universitas Syiah Kuala, lupa dulu namanya apa. Aku isi pilihan jurusan pertama FKIP Bahasa Inggris, pilihan kedua MIPA dan ketiga FKIP Kimia. Ternyata aku gagal seleksi administrasi. FKIP Bahasa Inggris itu pilihan untuk anak IPS. Sedih banget. Agak marah kenapa aku sekayak gak bisa berpendapat tentang mauku apa.
Akhirnya aku kuliah di kampus swasta di kabupaten, jurusan FKIP Bahasa Inggris. Terus dapat beasiswa S2 juga. Alhamdulillah akhirnya bisa sadar, ternyata emang udah jalannya. Yang penting ikhlas dalam menjalaninya.
Sudah jalan terbaik ya mbak.
Sepertinya kenal banget sama cerita ini hehehe… Yah dunia perseteruan antara IPS dan IPA emang selalu ada dari dulu sampai sekarang. Mau di jurusan manapun yang penting anak senang menjalaninya.
Bener, yang penting yang menjalani ya.
Aku dulu kenapa masuk IPA ya? haha, padahal di IPS ada gebetanku, di IPB atau jurusan bahasa adalah jurusan favorit juga sebenarnya dan lebih santai, terus aku kok masuk IPA ya duh haha. Apapun jurusannya, yang penting kamu nyaman *aseeek
Nah ini komen kocak, nggak tau kenapa masuk IPA π
Kalau saya dulu pilih jurusan IPA karena sulit banget kalau diminta menghapal. Jadi ya pilih IPA saya yang banyak hitung-hitungannya. Tapi ternyata ketemu juga sama biologi yang banyak hapalannya. Jadi nilai biologi saya selalu jelek di raport
Kalau aku dulu ngambil IPA karena aku mau emang pengen dan suka mapel biologi dan kimia walaupun agak mumet tapi tetap dijalani enjoy wkwk
Wah mantap nih sudah tau passionnya.
saya juga dulu awalnya mau mengambil jurusan ips tapi orang tua saya meminta saya mengambil jurusan ipa. yaa apa boleh buat dulu belum ngerti apa-apa jadi manut tapi rasanya ada yang gimana gitu…
Tossss, para penurut sama ortu π
Kayaknya saya suka itung-itungan. Pelajaran di SMA yang matematika nilainya bagus. Tapi fisika sedeng aja, terus kimia engga ngerti. IPA kan hrs faham 3 hal itu…
Nah, pas mau kuliah, kok saya tertarik seni rupa ya, kayaknya kuliahnya seru, bikin produk, engga harus hafalan. Kakak saya kuliah di Kedokteran, belajarnya banyak ngapalin gitu, engga sanggup deh. Eh, dimarahin temen pas bilang pengen kuliah di seni rupa. Katanya, kamu kan pinter (= bisa matematika, kriteria anak pinter pada masa itu…hehe). Trus akhirnya kuliah di Teknik Arsitektur deh, kuliahnya bikin produk (= banyak gambar dan bikin maket…). Berjodoh ama anak Seni Rupa…wkwkwk…klop deh…
Alhamdulillah ngga galau. “Karier” penjurusan saya lempeng-lempeng aja haha. Dari SMA klas 2 uda kepikiran kuliah di HI, kan IPS tuh. Nilai IPA jg alhamdulillah aja ga merah.
Masuk IPS, lulus UMPTN ya di HI. Alhamdulillah banget…ya uda gitu aja ahahaha
IPA atau IPS tergantung minat dan cita-cita ya seharusnya. Walau ya si IPA ini dari dulu memang dipandang lebih bagus dan bergengsi ya Kak, padahal ya enggak gitu juga, kalau anak terpaksa memilih jurusannya bisa jadi malas-malasan dan enggak maksimal juga belajarnya.
Kalau tahun 80-an, IPA itu tempatnya orang-orang pintar, IPS tempatnya orang-orang setengah pintar dan jurusan Bahasa tempatnya orang yng tidak pintar. Entah mengapa kurikulumnya seperti itu. Untungnya saya terpilih masuk IPA dan sampai sekarang ngajarnyapun pelajaran IPA.
Namun, sekarang pembagian jurusan itu tak seperti dulu lagi. Sekarang lebih fleksibel dan lebih terbuka.
kalau saya dulu, cita-citanya ingin jadi insinyur, maka tanteku bilang berarti kamu nanti masuk jurusan IPA ya. pada akhirnya saat aliyah gak ada pemilihan, yang ada saya tiba-tiba dimasukkan ke kelas IPA berdasarkan nilai.. tapi tetep happy karena memang suka palajaran-pelajaran IPA
Saat SMA dulu, orang tua saya tidak pernah memaksakan untuk saya mengambil jurusan IPA atau IPS, saya sendiri lebih tertarik dengan IPS, bahkan hingga kuliah pun ambil jurusan yang sama, jadi kesannya belajar lebih enjoy aja sesuai dengan kemampuan
Saya anak IPA mbak. Tapi bukan karena IPA lebih keren. Melainkan karena nilai saya lebih bagusan yg IPA daripada IPS. Kalau IPS yg bagus tuh sejarah. Lainnya nilai IPS saya jelek. Apalagi geogragi. Akuntansi tambah mumet. Saya lebih suka biologi, kimia, fisika sama matematika. Nilai saya bagus di situ. Jadi saya milih jurusan yg saya sukai. Saya malah gak tahu kalau banyak yg ngira IPA lebih bagus dr IPS. Sama bagusnya menurut saya. Tinggal pilih mana yg lebih cocok dengan diri kamu. Iya kan
Gengsinya IPA memang lebig ketimbang IPS… ini stigma yg dibangun dari dulu… dan saya tidak beruntung utk masuk IPA… IPS menjadi pilihan agar bisa lulus dengan baik…
Sempat mengalami kegalauan yang sama, sampai dipaksa-paksa guru BK buat masuk IPA. Akhirnya tetep ngotot masuk IPS. Baik IPA maupun IPS sebetulnya bukan pilihan. Karena sejak kelas 1, pilihannya udah jatuh ke kelas bahasa. Eh, pas mau penjurusan, kelas bahasanya dihapus.
Aku anak Bahasa yang sengaja hindari itung-itungan. Lebih suka lama -lama baca buku atau di pustaka. Nah, setelah tamat malah harus belajar matematika lagi dari dasar. wkwkwk
Mba Amel, saya salah seorang anak IPS yang gurunya juga dulu marah ke saya karena akhirnya saya tetep keukeuh pilih IPS. Secara dulu nilai2 IPA saya 9 bahkan nilai pelajaran kimia dapat nilai tertinggi di angkatan. Tp setelah saya buktikan anak IPS itu berhasil mengharumkan sekolah karena tembus PTN bergengsi, guru tersebut mengapresiasi sy, hihi… seru ya IPA- IPS ini.
Hai mbak, jujurly kalah di daerah aku sekolah, jurusan IPA emang jurusan yang terkenal sama anak-anak pinter gitu dan bergengsi dan selain jurusan itu dicap sebagai anak buangan yang gak diterima di IPA, sad banget. Sedangkan aku akhirnya milih masuk ke SMK yang akuntansi.
I feel you mba. Ake merasa hidupku random sekali. Saat SMA aku pilih jurusan A1 (Fisika) padahal sebenarnya aku lebih mampu di bidang IPS atau bahasa. Tapi karena ikutan teman, aku pilih A1. Kuliahnya ambil Biologi. Kalau tahu begitu mestinya kan saat SMA ambil jurusan A2 (Biologi). Trus saat bekerja sama sekali gak relate dengan bidang kuliah. Itulah, kalo aku tahu apa cita-citaku sejak dulu, mungkin aku gak muter-muter wasting time karena milih jurusan yang salah. Maka aku ingin mengenali minat dan bakat anakku sejak dini supaya lebih fokus dengan keinginan anak
semangat mengenali bakat anak, mbak π
Memilih peminatan saat SMA itu betul harus melihat bakat dan minat anaknya pada mapel tertentu. Ngga bisa asal pilih, harus dikaji banget yg paling menonjol di mata pelajaran apa saja.
Sampai sekarang masih anggapan anak IPA itu paling ini paling itu
Zaman saya SMA belum tahu citaΒ² mau jadi apa, milih jurusan sesuai minat aja.
Anak saya pas SMA udah tahu nanti kuliah mau di mana dan jurusan apa, makanya sejak SMA dia udah yakin dgn jurusan yg dia pilih. Ga pakai bingung.
dulu aku pernah mengalami hal ini, dipaksa masuk IPA sama bapak padahal saya penginnya jurusan Bahasa. Alhasil satu tahun di kelas iPA itu rasanya cuku bikin stress, tapi untung terlewati dengan baik. Ujung-ujungnya kuliah jurusan IPS wkwkwk
Sepakat ini. Jurusan IPA versus IPS, tidak ada pemenangnya.
Kedunya bisa juara dengan spesifikasi masing-masing.
Yang penting, sudah memahami bagian terbaik dari diri kita sendiri.
Mau IPA atau IPS, minumnya teh botol Sosro.
*Doh, koq melencengnya ke iklan yak π
Wah, saya juga dulu galau pilih jurusan. Tapi antara IPA dan Bahasa. Kalau IPS memang sudah nggak suka mbak. Wkwkkw
Takut sama ekonomi
Jaman aku sih aku ga galau. Yakin pasti pilih IPA karena suka pelajaran Biologi ahahaha. Agak ga kuat juga di hafalan, jadi kalau masuk IPS mungkin nilaiku nanti ga akan sebagus di IPA hihi.
wah menarik nih..
aku dulu udah kepengin IPS, udah manteb deh walaupun nilai2ku masih nutut kalau masuk IPA. sama guruku tetep dimasukin IPA haha.. karena guruku agak sentimen ama kelas IPS. pada akhirnya aku masuk IPS π dulu buatku mending masuk IPS lalu bisa berprestasi daripada masuk IPA tapi nangis mulu dan ngga enjoy ama pelajarannya
Bener mbak π